Minggu, 09 Oktober 2016

Bentuk dan Pengukuran Huruf dalam Tipografi

Bentuk Huruf
Setiap bentuk huruf dalam sebuah alphabet memiliki keunikan fisik yang
menyebabkan mata dapat membedakan antara huruf ‘m’, dengan ‘p’ atau ‘C’
dengan ‘Q’. Keunikan ini disebabkan oleh cara mata melihat korelasi antara
komponen visual yang satu dengan yang lain.
Salah satu hukum dari teori Gestalt membuktikan bahwa
untuk mengenal atau membaca sebuah gambar diperlukan
adanya kontras antara ruang positif yang disebut dengan
figure dan ruang negatif yang disebut dengan ground.
Langkah awal untuk mempelajari tipografi adalah mengenali atau memahami
anatomi huruf. Seperti halnya tubuh manusia, huruf memiliki berbagai organ yang
berbeda. Gabungan seluruh komponen dari suatu huruf merupakan identifikasi
visual yang dapat membedakan antara huruf yang satu dengan yang lain.
Apabila telah memahami anatomi huruf secara baik, dengan mudah dapat
mengenal sifat dan karakteristik dari setiap jenis huruf.

Menurut Danton Sihombing (2001), terminologi umum yang digunakan dalam
penamaan setiap komponen visual yang terstruktur dalam fisik huruf adalah :
1. Capline : garis maya lurus horisontal yang menjadi batas bagian teratas
dari setiap huruf besar
2. Meanline : garis maya lurus horisontal yang menjadi batas bagian teratas
dari badan setiap huruf kecil
3. Baseline : garis maya lurus horisontal yang menjadi batas bagian
terbawah dari setiap huruf besar
4. Descender : bagian dari huruf kecil yang posisinya tepat berada di bawah
baseline
5. Ascender : bagian dari huruf kecil yang posisinya tepat berada diantara
meanline dan capline
6. X-Height : jarak ketinggian dari baseline ke meanline

TIPOGRAFI DIGITAL

TIPOGRAFI DIGITAL
Kehadiran teknologi komputer memberikan solusi yang lebih
bersifat teknis bagi perkembangan dunia tipografi. Kecanggihan
perangkat keras dan perangkat lunak telah memberikan banyak
peluang serta mempermudah pekerjaan para perancang huruf
untuk mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan baru dalam
proses penciptaan desain huruf baru.
Esensi dari konsep tipograsi digital
adalah teknik skala (scaling). Huruf
dapat dengan mudah diperbesar
atau diperkecil pada layar monitor
dengan tampilan serta hasil pencetakan yang solid dengan kualitas ketajaman
yang sempurna. Huruf Bitmap (Bitmap Font) yang muncul di sekitar awal tahun
1980 memiliki kualitas output dengan resolusi tetap 72 dot per inch (dpi) dalam
ukuran tetap 12 pt. Apabila huruf ini dicetak dengan menggunakan printer yang
memiliki resolusi 600 dpi, maka kualitas yang dihasilkan akan tetap 72 dpi. Begitu
pula apabila huruf dengan ukuran 12 pt diperbesar menjadi 24 pt atau lebih akan
terlihat bergerigi (jaggies).
Format PostScript dan TrueType merupakan jawaban dari permasalahan yang
dimiliki oleh Bitmap Fonts. PostScript dan TrueType sering disebut juga sebagai
outline fonts atau scalable fonts. Keduanya didiskripsikan secara matematik
dengan berbagai instruksi yang dapat mengaktifkan computer dan printer untuk
“menggambar” huruf dalam berbagai ukuran dan resolusi,
Yang membedakan antara PostScript dan TrueType adalah cara pembentukan
garis-garis lengkung yang menggunakan beberapa buah titik.

Perkembangan Huruf Tipografi

Perkembangan Huruf Tipografi
Perjalanan desain dan gaya huruf latin mulai diterapkan pada awal masa
kejayaan kerajaan Romawi. Dalam sejarah perkembangan tipografi lahirnya
desain dan gaya huruf banyak dipengaruhi oleh faktor budaya serta teknik
pembuatannya.
Kejayaan kerajaan Romawi di abad pertama yang berhasil menaklukan Yunani,
membawa peradaban baru dalam sejarah Barat dengan diadaptasikanya
kesusasteraan, kesenian, agama, serta alphabet Latin yang dibawa dari Yunani.
Pada awalnya alphabet Latin hanya terdiri dari 21
huruf : A, B, C, D, E, F, G, H, I, K, L, M, N, O, P, Q,
R,S, T, V, dan X, kemudian huruf Y dan Z
ditambahkan dalam alphabet Latin untuk
mengakomodasi kata yang berasal dari bahasa
Yunani.
Tiga huruf tambahan J, U dan W dimasukkan pada
abad pertengahan, sehingga jumlah keseluruhan
alphabet Latin menjadi 26.

Sejarah Tipografi

Sejarah Tipografi
Bangsa Afrika dan Eropa mengawali pada tahun 35000-4000 sebelum Masehi
dengan membuat lukisan di dinding gua sebagai salah satu sarana utama dalam
suatu komunitas, baik sebagai media untuk mentransmisikan informasi maupun
media untuk kegiatan ritual. Sekitar tahun 3100 SM, bangsa Mesir menggunakan
pictograph sebagai simbol-simbol yang menggambarkan sebuah objek.
Komunikasi dengan menggunakan gambar berkembang dari pictograph hingga ideograph, berupa simbol-simbol yang merepresentasikan gagasan yang lebih kompleks.

Penemuan mesin cetak dengan sistem movable type pada tahun 1450 oleh
Johann Gensfleisch zum Gutenberg dari Jerman, telah membawa banyak
perubahan yang pesat dalam sejarah tipografi, terutama dalam teknik
pencetakan, pengukuran, serta produksi. Pencetakan dengan movable type
digunakan hampir selama 400 tahun dengan berbagai macam penyempurnaan.
Tahun 1886 Ottmarr Mergenthaler, dari Jerman menemukan mesin typecasting
yang cara kerjanya adalah dengan cara memasangkan sejumlah huruf yang
disusun per baris (linecasting). Mesin ini disebut Lynotype.
Generasi selanjutnya dari teknologi typecasting adalah phototypesetting yang
menggunakan proses film sebelum naskah ditransfer ke lempeng cetakan. Mesin
ini dibuat oleh Herman Freud tahun 1946 di Jerman. Perkembangan selanjutnya
teknik pra-cetak analog yang menggunakan lempengan (plate) sedikit demi
sedikit mulai tergeser oleh teknik pra-cetak digital (digital pre-press).
Perambahan teknologi digital dalam dunia tipografi dimulai pada tahun 1973 oleh
perusahaan bernama IKARUS. Teknologi ini berfungsi untuk membuat huruf
digital sehingga dapat digunakan dalam sistem komputer. Setiap huruf disimpan
dalam data elektronik dengan berbagai perintah yang dapat mengaktifkan
komputer dalam kalkulasi setiap garis ataupun ruang dalam huruf.

Selasa, 04 Oktober 2016

Langkah-langkah dasarnya Basic Design and Lay Out



Alan Swann dalam buku Basic Design and Lay Out menyatakan bahwa keputusan pertama yang harus diambil di dalam mendesain adalah menyangkut bentuk, ukuran, dan proporsi. Langkah-langkah dasarnya sebagai berikut :
  1. Menentukan bentuk (shape).
  1. Menentukan peletakan
  1. Menentukan proporsi
  1. Menentukan lay ot
  1. Menentukan bentuk (shape) yang sudah dipilih
  1. Menentukan proporsi yang paling baik
  1. Menambahkan ruang-ruang untuk naskah (body copy)
  1. Membuat bentuk-bentuk alternatif
  1. Menentukan posisi teks yang akan menjadi kepala (judul)
  1. Mengubah ukuran judul
  1. Melengkapi judul dengan garis-garis naskah
  1. Memasukkan bentuk (shape)
  1. Melakukan variasi antara bentuk, garis naskah, dan judul
  1. Menentukan jenis huruf judul baru, jenis huruf naskah. Melakukan eksperimen dengan mengubah jenis huruf naskah maupun judul.
  1. Bereksperimen dengan jenis-jenis huruf untuk desain, misalnya jenis huruf dekoratif
  1. Menambahkan warna pada judul diikuti warna pada teks. Penting untuk memahami psikologi warna dan pengaruhnya kepada karakteristik sasaran.
  2. Memasukkan ilustrasi dan memperhatikan kesesuaian dengan huruf, baik judul maupun naskah.
Memasukkan ilustrasi baik foto-foto maupun hand drawing dan menyesuaikan dengan jenis huruf, baik judul maupun naskah

KOMPOSISI TATA LETAK



 Komposisi Tata Letak
Komposisi (composition) adalah usaha untuk mendapatkan keseimbangan bentuk dalam mengorganisasikan unsur-unsur terpenting dalam penciptaan karya seni dan atau media komunikasi grafis yang harmonis, komunikatif, dan persuasif. Kaidah-kaidah komposisi yang harus diketahui adalah :
  1. Proporsi (proportion), merupakan perbandingan ukuran yang digunakan untuk menentukan perbandingan yang tepat antara panjang dan lebar antara gambar dengan bidang gambar.
  2. Keseimbangan (balance), yaitu kesamaan dari unsur-unsur tertentu yang berlawanan ataupun bertentangan. Dalam bidang desain, yaitu suatu keadaan ketik di semua bagian pada karya tidak ada yang lebih terbebani, atau di semua bagian bebannya sama sehingga akan membawa rasa tenang dan enak dilihat.
  3. Irama atau ritme, yaitu adanya pengulangan dan gerakan yang ajek, teratur, terus menerus, yang bisa divisualisasikan dengan garis, tekstur, bidang, bentuk, maupun warna.
  4. Kesatuan (unity), artinya seluruh unsur yang dipergunakan harus saling berhubungan dengan baik, mengandung makna dan menarik. Beberapa hubungan tersebut antara lain hubungan kesamaan, hubungan kemiripan, hubungan keselarasan, hubungan keterikatan, hubungan keterkaitan dan hubungan kedekatan.
  5. Pusat perhatian (focus of interest), menyangkut peletakan unsur yang menjadi perhatian utama atau paling dominan untuk disampaikan. Misalnya judul, peletakannya bergantung kepada pertimbangan estetika, komunikatif, dan persuasif.
  6. Kontras (contrast), merupakan perbedaan keadaan unsur-unsur atau antara organisasi unsur yang dapat dicapai dengan perbedaan tinggi-rendah, panas-dingin warna, termasuk cerah dan suramnya.

Fungsi tata letak menurut Freddy Adiono Basuki (2000)



Fungsi tata letak menurut Freddy Adiono Basuki (2000) 

untuk mencapai keharmonisan, nilai estetis, ekonomis, dan komunikatif. Freddy Adiono Basuki juga membagi tahapan tata letak menjadi tiga, yaitu :
  1. Membuat tata letak miniature atau sketsa kecil (thumbnail), merupakan tahap perancangan dalam menentukan komposisi unsur-unsur yang akan ditempatkan. Visualisasinya masih berupa sket kolom teks dan kolom gambar.
  1. Membuat tata letak kasar (abrupt lay out), merupakan tahapan rancangan yang sudah berwujud gambar dan teks.
  1. Membuat tata letak komprehensif, merupakan tahapan rancangan dimana keseluruhan unsur sudah disusun dengan baik dan benar yang sudah siap cetak.